BAB 1 PENDAHULUAN
Matakuliah Pendidikan IPS di SD merupakan matakuliah yang akan membekali mahasiswa calon guru IPS di SD tentang karakteristik pendidikan IPS SD yang berangkat dari dokumen kurikulum serta penglaman sosial siswa yang dibawa dari luar kelas.
Pendidikan IPS SD terdiri dari kajian mengenai kurikulum IPS yang berlaku, pendekatan pembelajaran, sumber belajar, materi pembelajaran, serta cara guru melakukan evaluasi proses dan hasil belajar. Isi matakuliah ini dijabarkan dalam materi kegiatan belajar berupa karakteristik pendidikan IPS di SD, pendekatan pembelajaran, khususnya pendekatan konstruktivistik, prosedur membangun ketrampilan sosial, penggunaan sumber belajar, baik cetak, elektronik maupun lingkungan siswa, pengembangan materi pembelajaran serta proses evaluasi.
Secara umum, melalui matakuliah ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan serta mendeskripsikan karakteristik pendidikan IPS di SD yang meliputi aspek-aspek pendekatan pembelaaran IPS SD, ketrampilan sosial yang diperlukan, pengembangan materi pembelajaran, serta evaluasi
proses dan hasil belajar. Secara khusus, tujuan mata kuliah ini adalah agar mahasiswa dapat:
a. Menjelaskan pendekatan pengorganisasian dalam pembelajaran IPS.
b. Mengidentifikasi prinsip-prinsip pengorganisasian dalam pembelajaran IPS.
c. Memilih pendekatan yang sesuai dalam merencanakn pembelajaran IPS.
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Prinsip-prinsip Pengorganisasian Pembelajaran IPS
1. Prinsip Pengorganisasian Pembelajaran IPS yang Berorientasi pada Lingkungan
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran IPS di persekolahan terdapat beberapa persoalan pokok sebagaimana dikemukakan oleh John Jarolimek dan Walter C. Parker (1993), yaitu sebagai berikut.
- Bagaimana merencanakan pembelajaran IPS?
- Apa saja yang menjadi sumber bahan IPS?
- Bagaimana proses pembelajaran IPS di persekolahan?
- Bagaimana melaksanakan evaluasi dalam pembelajaran IPS?
Persoalan-persoalan pokok tersebut sudah barang tentu harus mampu dijawab dan dipecahkan oleh guru-guru di lapangan sebagai pengemban kurikulum, yaitu dari mulai merencanakan proses pembelajaran IPS, sampai pelaksanaan proses evaluasinya sehingga proses pembelajaran IPS tersebut akan mencapai hasil yang optimal, paling tidak tujuan apa yang diharapkan melalui proses pembelajaran IPS dapat tercapai secara optimal.
Banyak hal yang dapat kita kembangkan mengenai masalah-masalah sosial yang kita anggap penting. Selain itu kita dapat mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan siswa. Bukankah salah satu ciri pembelajaran IPS yang dianggap sebagai hasil pembaruan adalah
v bahan pelajaran akan lebih banyak memperhatikan kebutuhan dan minat siswa;
v bahan pelajaran akan lebih banyak memperhatikan masalah-masalah sosial;
v bahan pelajaran akan lebih memperhatikan keterampilan berpikir, khususnya keterampilan meneliti;
v bahan pelajaran akan lebih memberikan perhatian terhadap pemeliharaan dan pemanfaatan lingkungan alam sekitarnya; serta
v susunan bahan pelajaran akan lebih bervariasi mulai dari pendekatan kewargaan negara, fungsional, humanistik, dan struktural.
Untuk lebih meningkatkan kadar inovasi dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran IPS digunakan berbagai pendekatan pengorganisasian materi pelajaran, dapat digunakan pendekatan lingkungan yang semakin meluas, pendekatan pemecahan masalah-masalah yang aktual serta pendekatan partisipasi sosial. Melalui pendekatan-pendekatan tersebut, siswa akan diajak secara langsung mengenal dunia nyata apa yang ada dalam hidup dan kehidupannya di masyarakat, yaitu dari mulai lingkungan masyarakat terdekat sampai lingkungan masyarakat terjauh. Selain itu siswa juga diajak untuk terampil dalam memecahkan berbagai persoalan hidup dan kehidupannya, yaitu melalui upaya terjun langsung di masyarakat. Kalau hal ini dapat terlaksana dengan efektif maka proses pembelajaran IPS di sekolah menjadi jauh lebih menarik karena siswa tidak hanya diajak untuk belajar secara abstrak dan verbalistik saja, akan tetapi siswa akan terjun secara langsung dalam kehidupan di masyarakat
2. Prinsip Pengorganisasian Pembelajaran IPS yang Berorientasi pada Disiplin Ilmu
a. Pendekatan Monodisiplin atau sering disebut juga sebagai pendekatan struktural, yaitu suatu bentuk atau model pendekatan yang hanya memperhatikan satu disiplin ilmu saja, tanpa menghubungkan dengan struktur ilmu yang lain. Jadi, pengembangan materi berdasarkan ciri dan karakteristik dari bidang studi yang bersangkutan.
Dalam pendekatan pengorganisasian materi ini sejarah diajarkan terpisah dari geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik, dan hukum. Begitu juga manakala guru mengajarkan ekonomi akan terlepas dari bidang studi lainnya. Hal ini dikarenakan materi pelajaran yang diajarkan siswa sepenuhnya dikembangkan dari disiplin ilmu yang bersangkutan secara mandiri. Bentuk pendekatan pengorganisasian ini merupakan bentuk tertua dari bentuk-bentuk pengorganisasian materi yang ada dan berkembang dewasa ini.
Menurut Udin Saripudin W. (1989: 87) model pendekatan ini memusatkan perhatian pada konsep dan metode kerja suatu disiplin ilmu sosial tertentu, misalnya antropologi atau sosiologi. Hal yang menjadi titik pangkal pendekatan ini adalah konsep atau generalisasi atau teori yang menjadi kekayaan bidang studi yang bersangkutan.
b. Pendekatan Interdisipliner disebut juga pendekatan terpadu atau integrated approach atau istilah yang digunakan Wesley dan Wronski adalah 'correlation' untuk pendekatan antarilmu, sedangkan integration untuk pendekatan terpadu. Dalam pendekatan antarilmu dikenal adanya ini (core) untuk pengembangan yang berdasarkan pada pendekatan terpadu (integration approach) yang merupakan tipe ideal konsep-konsep dari berbagai ilmu-ilmu sosial atau bidang studi telah terpadu sebagai satu kesatuan sehingga bahannya diintegrasikan menurut kepentingan dan tidak lagi menurut urutan konsep masing-masing ilmu atau bidang studi.
IPS yang tadinya hanya terbatas pada penyederhanaan ilmu-ilmu sosial semata, meningkat kepada nilai, sikap, dan perilaku dan pada perkembangan berikutnya telah melibatkan bagian-bagian di luar disiplin ilmu-ilmu sosial. Masuknya humaniora, sains, matematika, dan agama menunjukkan bahwa IPS tidak lagi bergerak dalam kelompok disiplin ilmu-ilmu sosial saja yang dikenal dengan pendekatan multidisiplin (multy disciplinary approach), tetapi sudah memasuki bidang disiplin lain atau yang dikenal dengan 'cross disciplines'.
Hal itu menunjukkan bahwa perkembangan IPTEK telah mempengaruhi perkembangan masyarakat dan tidak terkecuali masyarakat Indonesia pada saat sekarang ini. Banyak penulis terkemuka yang mengkaji dan menjelaskan hubungan itu di antaranya Daniel Bell, dan Naisbitt. Daniel Bell bahkan telah berbicara tentang 'post industrial society' serta dampak dari kapitalisme, sedangkan Naisbit bertutur tentang sepuluh kecenderungan-kecenderungan yang mempengaruhi perubahan masyarakat.
c. Pendekatan pengembangan pengorganisasian cross disiplin diistilahkan dengan Jaringan kegiatan lintas kurikulum. Kegiatan Jaringan lintas kurikulum ini bermanfaat untuk mengaitkan dua atau lebih mata pelajaran dalam satu sajian belajar-mengajar yang utuh. Dengan adanya pendekatan ini maka tumpang tindih antarpokok bahasan baik yang terjadi antarilmu-ilmu yang ada dalam interdisiplin ilmu atau antardisiplin ilmu dapat dihindari sehingga dapat menghemat waktu dan menghindari kebingungan serta kejenuhan siswa. Model ini lebih tepat diterapkan di SD karena guru mengajarkan semua pelajaran/guru kelas. Pendekatan ini pun dapat diterapkan pada tingkat lanjutan dengan cara melakukan koordinasi antarguru bidang studi
B. PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN IPS
1. Prinsip Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPS
Penganut konstruktivisme kognitif berpandangan bahwa makna suatu realitas tidak terletak pada realitas itu sendiri, tetapi pada struktur mental atau skemata-skemata interpretasi yang terdapat di dalam pikiran (kognisi) manusia.
Konstruktivis sosial lebih memandang faktor interaksi dengan lingkungan sosial dan variasi sosial-budaya sebagai faktor yang banyak berpengaruh pada konstruksi pengetahuan individu.
Dalam perspektif konstruktivisme kognitif, pembelajaran Pendidikan IPS sebagai suatu ilmu pengetahuan atau pengetahuan sosial, seyogianya dikondisikan agar mampu memfasilitasi siswa melakukan interaksi diri dengan berbagai lingkungan sosial yang lebih luas.
Pembelajaran IPS harus menekankan pada pengembangan berpikir. Terjadinya ledakan pengetahuan menuntut perubahan pola mengajar dari yang hanya sekadar mengingat fakta yang biasa dilakukan melalui metode kuliah (lecture) dan latihan (drill) dalam pola pembelajaran tradisional menjadi pengembangan kemampuan berpikir kritis (critical thinking).
Dalam pembelajaran IPS banyak sekali model yang dapat mengembangkan proses berpikir siswa, di antaranya sebagai berikut.
Model Reflective Inquiry
Inti dari pengorganisasian yang berpusat pada berpikir reflektif ialah pengembangan kemampuan mengambil keputusan atau decision making skill.
Inti dari pengorganisasian yang berpusat pada berpikir reflektif ialah pengembangan kemampuan mengambil keputusan atau decision making skill.
Model Berpikir Induktif (Inductive Thinking)
Telah diakui bahwa kemampuan untuk membentuk konsep merupakan salah satu keterampilan dasar berpikir. Model berpikir induktif dirancang dan dikembangkan oleh Hilda Taba (1966) dengan tujuan untuk mendorong para pelajar menemukan dan mengorganisasikan informasi, menciptakan nama suatu konsep, dan menjajagi berbagai cara yang dapat menjadikan para pelajar lebih terampil dalam menyikap dan mengorganisasikan informasi, dan dalam melakukan pengetesan hipotesis yang melukiskan hubungan antarberbagai data.
Telah diakui bahwa kemampuan untuk membentuk konsep merupakan salah satu keterampilan dasar berpikir. Model berpikir induktif dirancang dan dikembangkan oleh Hilda Taba (1966) dengan tujuan untuk mendorong para pelajar menemukan dan mengorganisasikan informasi, menciptakan nama suatu konsep, dan menjajagi berbagai cara yang dapat menjadikan para pelajar lebih terampil dalam menyikap dan mengorganisasikan informasi, dan dalam melakukan pengetesan hipotesis yang melukiskan hubungan antarberbagai data.
Model Latihan Penelitian (Inquiry Training)
Model ini dirancang untuk melibatkan para pelajar dalam proses penalaran mengenai hubungan sebab akibat dan menjadikan mereka lebih fasih, cermat dalam mengajukan pertanyaan, membangun konsep, merumuskan, dan mengetes hipotesis.
Model ini dirancang untuk melibatkan para pelajar dalam proses penalaran mengenai hubungan sebab akibat dan menjadikan mereka lebih fasih, cermat dalam mengajukan pertanyaan, membangun konsep, merumuskan, dan mengetes hipotesis.
Model Penelitian Sosial (Social Science Inquiry)
Model ini dikembangkan atas dasar kerangka konseptual yang sama dengan model penelitian ilmiah yang diterapkan dalam bidang ilmu-ilmu alamiah dan model penelitian sosial dalam bidang ilmu-ilmu sosial.
Model ini dikembangkan atas dasar kerangka konseptual yang sama dengan model penelitian ilmiah yang diterapkan dalam bidang ilmu-ilmu alamiah dan model penelitian sosial dalam bidang ilmu-ilmu sosial.
Hakikat belajar inkuiri didasarkan untuk menemukan makna dari "kebenaran", sedangkan alat belajarnya dengan menggunakan data informasi yang diperoleh lewat proses inkuiri itu sendiri dengan memperhatikan reliabilitas dan validitas. Oleh karena itu, inkuiri suatu pendekatan dalam belajar yang dapat dijadikan kriteria dasar dalam memilih dan menentukan metode untuk membuat model belajar-mengajar untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik melalui berpikir ilmiah, seperti perumusan masalah dan hipotesis atau pertanyaan penelitian, pengumpulan data, pengujian hipotesis, dan penarikan kesimpulan.
Pedoman untuk menciptakan iklim inquiri agar berhasil dengan baik
§ kelas diarahkan pada pokok permasalahan yang telah jelas rumusannya, tepatkan cara inkuirinya serta arahnya,
§ agar dipahami bahwa tujuan inkuiri adalah pengembangan kemampuan membuat perkiraan-perkiraan serta proses berpikir,
§ peranan pertanyaan dan kemampuan menemukan pertanyaan (teknik bertanya) dari guru akan sangat menentukan keberhasilan inkuiri,
§ hendaknya diberikan keleluasaan kepada siswa untuk mengembangkan berbagai kemungkinan (alternatif dalam bertanya atau menjawab,
§ bahwa jawaban dapat diutarakan dalam berbagai cara sepanjang hal ini mengenai permasalahan yang sedang diinkuiri,
§ bahwa pada umumnya inkuiri menggali nilai-nilai atau sikap maka karenanya hormatilah/hargailah sistem kepercayaan/nilai dan sikap siswa-siswa Anda,
§ guru hendaknya menjaga diri untuk tidak menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan,
§ usahakan selalu jawaban bersifat merata dan komparatif (saat diperbandingkan dengan lainnya).
James A. Banks mengemukakan pengertian tentang fakta, konsep, generalisasi, dan teori, yaitu fakta adalah satuan peristiwa atau hal tertentu yang merupakan data mentah atau pengamatan ilmuwan sosial.
Fakta biasanya dinyatakan dalam bentuk pernyataan yang bersahaja dan positif. Fakta adalah data aktual. Konsep adalah istilah atau ungkapan abstrak yang berguna untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekelompok hal, ide atau peristiwa. Istilah yang memberi label atau nama pada kelompok objek yang sama, atau memiliki kesamaan tertentu disebut konsep. Generalisasi adalah pernyataan tentang hubungan-hubungan dari dua konsep atau lebih. Generalisasi merupakan alat yang berguna bagi kita untuk menyatakan hubungan di antara fakta-fakta atau informasi yang kita peroleh menurut cara yang sangat tersusun rapi dan sistematis. Teori adalah suatu bentuk pengetahuan tertinggi dan merupakan tujuan utama dari ilmu pengetahuan. Teori membantu kita dalam menjelaskan dan meramalkan perilaku manusia Teori terdiri dari serangkaian dalil atau generalisasi-generalisasi yang saling terkait dan dapat diuji.
Konsep-konsep dapat dibedakan dalam 7 dimensi, meliputi atribut, struktur, keabstrakan, keinklusifan, keumuman, ketepatan, dan kekuatan.
Menurut David Ausubel, ada tiga maksud utama dari penggunaan model advance organizers, yaitu agar di dalam belajar siswa mempunyai kerangka kerja yang jelas, organizers yang dipilih secara hati-hati dapat menghubungkan informasi yang telah tersimpan dalam memori siswa dengan pelajaran baru, dengan menghubungkan antara informasi yang telah tersimpan dalam memori dan apa yang dipelajari dapat membantu siswa dalam melakukan proses encoding.
2. Prinsip Belajar Sosial (Social Learning)
Gejala kepatuhan warga masyarakat terhadap tata nilai masyarakat sehingga mereka berperilaku serasi dengan harapan-harapan sosial sesuai dengan peranan yang disandang oleh masing-masing warga, disebut konformitas.
Keunikan individual dengan pola-pola sosial-budaya menyimpang dari norma kolektif terjadi manakala tingkah laku warga masyarakat yang unik tidak serasi dengan tingkah laku kolektif sehingga yang terjadi ialah nonkonformitas.
Bentuk-bentuk interaksi merupakan rangkaian (kontinum) yang silih berganti, dan merupakan wujud dari proses penyesuaian hidup bermasyarakat (social and life adjustment) yang berlaku bagi setiap warga masyarakat. Rangkaian proses itu sendiri berlangsung sejak dari lingkungan kehidupan keluarga, kelembagaan, komunitas, masyarakat hingga lingkungan bangsa. Proses tersebut dikenal sebagai sosialisasi atau enkulturasi.
Ada lima jenis kemungkinan sifat penampilan warga masyarakat dalam kaitannya dengan integrasi sosial, yaitu pada konformitas, anggota masyarakat tata nilai dan budaya masyarakat sebagai tata nilai dan budaya sendiri, lengkap dengan seluruh kelembagaannya. Pada inovasi, masyarakat menerima tata nilai dan budaya, namun menolak kelembagaan yang ada. Sedangkan dengan ritualisme, dimaksudkan suatu gejala di mana anggota masyarakat hanya menerima tata cara kelembagaan yang ada, namun sebenarnya menolak hakikat nilai serta budaya yang berlaku dalam musyarakat. Dan manakala warga masyarakat menolak kedua-duanya, baik tata nilai, budaya maupun kelembagaan disebut retritisme, serta kemungkinan yang terakhir dikenal dengan sebutan rebeli, yaitu pemberontakan.
Guru perlu memperhatikan beberapa prinsip penerapan keterlibatan sosial siswa membangun sinergi dalam pembelajaran IPS, di antaranya mempertimbangkan prinsip motivasi, prinsip latar belakang, prinsip pemusatan perhatian, prinsip keterpaduan, prinsip pemecahan masalah, prinsip menemukan, prinsip belajar sambil bekerja, prinsip belajar sambil bermain, prinsip perbedaan individu (perseorangan), dan prinsip hubungan sosial.
Tanggung jawab sebagai sikap dan perilaku mempunyai tiga dimensi. Ketiga dimensi termaksud adalah sebagai berikut.
- Seseorang bertanggung jawab atas segala perbuatannya terhadap dirinya sehingga akan mencegah manusia berbuat yang dapat merendahkan manusia dan dirinya.
- Sebagai makhluk sosial, tanggung jawab ditujukan kepada masyarakat sehingga ia tak dapat berbuat seenaknya karena manusia lain mempunyai hak untuk memelihara keutuhan hidupnya.
- Tanggung jawab seseorang berlaku pula terhadap Tuhan yang menjadikan manusia senantiasa berbuat sesuatu dengan penuh tanggung jawab.
Pentingnya keterlibatan sosial dalam pembelajaran IPS melalui kegiatan ekstrakurikuler bertujuan untuk:
- memberi pengalaman langsung yang memungkinkan terjadinya interaksi sosial dan hubungan interpersonal;
- memungkinkan para siswa saling mengenal, menikmati hidup, kebersamaan, dan menghayati arti bekerja secara kooperatif dalam berbagai kegiatan sosial.
Hasil dalam belajar melalui kegiatan ekstrakurikuler adalah siswa memahami ide demokrasi melalui aktivitas klub atau perkumpulan atau organisasi, kegiatan klub/organisasi yang dapat mengubah sikap siswa dari penampilan ugal-ugalan ke sikap yang dewasa, mengembangkan sikap percaya diri dan kecakapan yang luas, memperoleh pengalaman berorganisasi, memperoleh pengalaman memecahkan masalah-masalah sosial dan pengalaman berpartisipasi dalam masyarakat.
Dalam pembelajaran IPS dapat menggunakan model pembelajaran controversial issues. Model ini amat relevan dengan prinsip-prinsip pengembangan praktik demokratisasi.
Istilah controversial issues merupakan istilah yang sering dijumpai. Controversial issues ini dapat diartikan sebagai 'bahan yang sering diperdebatkan', yaitu hal-hal yang bertentangan antara teori dengan praktik.
Bahan yang sering diperdebatkan (controversial issues) ini akan menyangkut sikap, kepercayaan, dan sistem nilai dari seseorang dalam kehidupan sosial sehari-hari. Dengan demikian, controversial issues itu bersifat kejiwaan
C. SUMBER – SUMBER PEMBELAJARAN IPS
Sumber-sumber pembelajaran IPS yang ada di dalam lingkungan sekolah maupun di masyarakat sekitar lingkungan sekolah, pada dasarnya merupakan sumber utama pembelajaran IPS yang dijadikan sebagai acuan pengembangan materi oleh gurru dalam membelajarkan IPS. Atau bisa juga berupa segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran IPS, baik yang berada di dalam lingkungan sekolah, maupun di masyarakat sekitar lingkungan sekolah, seperti:
1) Perpustakaan,
2) Lingkungan (tata ruang) sekolah,
3) Pasar,
4) Lembaga-lembaga sosial-budaya yang ada di lingkungan masyarakat sekitar sekolah,
5) Atraksi atau pertunjukan budaya rutin yang ada di lingkungan masyarakat sekitar sekolah,
6) Peninggalan atau monumen sejarah yang ada di lingkungan masyarakat di sekitar sekolah, dan lain sebagainya.
Adapun konsep-generalisasi IPS yang startegis dan aplikatif, isu-isu sosial-budaya yang bersifat lokal, regional, dan nasional, serta sumber-sumber belajar yang ada di lingkungan sekolah dan di luar lingkungan sekolah yang telah dapat diidentifikasi dan diklarifikasi pada penelitian ini, merupakan dasar analisis terhadap kebutuhan belajar peserta didik dalam pembelajaran IPS. Hasil identifikasi dan klarifikasi terhadap isu-isu sosial budaya, dan sumber-sumber belajar IPS yang telah diperoleh, nantinya akan dijadikan sebagai dasar pengembangan rancangan buku ajar IPS-SD yang berwawasan sosial-budaya
BAB 3 PENUTUP
IPS merupakan bidang study baru, karena dikenal sejak diberlakukan kurikulum 1975. Dikatakan baru karena cara pandangnya bersifat terpadu, artinya bahwa IPS merupakan perpadua dari sejumlah mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiolagi, antropologi. Adapun perpaduan ini disebabkan mata pelajaran – mata pelajaran tersebut mempunyai kajian yang sama yaitu manusia.
Pendidikan IPS penting diberikan kepada siswa pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), dan menengah, karena siswa sebagai anggota masyarakat perlu mengenal masyarakat dan lingkungannya. Untuk mengenal masyarakat siswa dapat belajar melalau media cetak, media elektronika, maupun secara langsung melalui pengalaman hidupnya ditengah-tengah masyarakat. Dengan pelajaran IPS, diharapkan siswa dapat memiliki sikap peka dan tanggap untuk bertindak secara rasional dan bertanggung jawab dalam memecahkan masalah-masalah social yang dihadapi dalam kehidupannya.
DAFTAR PUSTAKA
- A. Azis Wahab. (1989). Evaluasi Pendidikan PMP. Bandung: LPPMP FPIPS IKIP Bandung.
- A. Kosasih Djahiri. (1983). Pengajaran Studi Sosial/IPS (Dasar-dasar Pengertian Metodologi, Model Belajar-mengajar IPS). Bandung: LPPMP FPIPS IKIP Bandung.
- Banks, James A. (1977). Teaching Strategis for the Social Studies. California: Addison Wesley Pub.Co.
- John Jarolimek dan Walter C. Parker. (1933). Social Studies for Elementary School. New York: Mc. Millan Publishing.
- Moh. Numan Sumantri. (1976). Metode Pengajaran Civics. Jakarta: Erlangga.
- Muhammad Dimyati. (1989). Pengajaran Ilmu-ilmu Sosial di Sekolah: Bagian Integral Sistem Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti, P2LPTK.
- S. Hamid Hasan. (1996). Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (bagian pertama). Jurusan Pendidikan Sejarah. Bandung: FPIPS IKIP Bandung.
- Udin Saripudin Winataputra. (1989). Konsep dan Masalah Pengajaran Ilmu Sosial di Sekolah Menengah. Jakarta: Proyek P2LPIK.
0 comments:
Post a Comment